Posted by eDuniaBola on Sunday, 7 June 2015 |
Liga Champion,
Liputan Liga,
News
Keduanya main sama baik, peluang relatif sama, tapi mengapa Barcelona yang juara? Ada lima alasan mengapa tim Spanyol itu yang menjadi raja sepakbola Eropa dengan kemenangan 3-1 di final Liga Champions atas Juventus.
Suarez berubah dari monster penggigit ke pahlawan Barca
Karir Luis Suarez Barcelona dimulai terlambat karena ia
menjalani larangan empat bulan setelah menggigit bek Italia Giorgio
Chiellini di ajang Piala Dunia.
Barcelona tetap percaya pada sang pemain Uruguay itu sekalipun
ia gemar melakukan pelanggaran ringan dan perbuatan yang
nyerempet-nyerempet bahaya. Kepercayaan tersebut berbuah manis bukan
hanya dengan gol kemenangan timnya tetapi juga serangkaian serangan
penting yang memberi tim Catalonia itu gelar treble.
Suarez juga menjaringkan gol pemenang dalam kemenangan 2-1 yang
penting atas Real Madrid pada bulan Maret untuk membawa Barca di jalur
gelar La Liga dan mencetak gol ganda dalam kemenangan tandang di
Manchester City dan Paris Saint-Germain pada rute ke final Liga
Champions.
Barca lebih dari sekedar Messi
Pemain Argentina menunjukkan kilatan kehebatannya meskipun gagal untuk
menjadi orang pertama yang mencetak gol di tiga final Liga Champions,
terutama karena satu tendangan super kuatnya menyebabkan Gianluigi
Buffon menangkis bola ke jalur Suarez yang berujung gol kedua yang
penting.
Namun, ini adalah kemenangan untuk tim Barca, ditandai oleh 122 gol
yang luar biasa yang dicetak oleh Messi, Suarez dan Neymar secara
bersama-sama musim ini.
Andres Iniesta dikukuhkan sebagai pemain terbaik laga setelah satu
assist hebat untuk gol pembuka Ivan Rakitic di menit-menit awal,
bertahan di bawah tekanan hebat di babak kedua.
Sementara itu satu umpan Pedro yang sama sekali tidak egois ke Neymar
untuk gol ketiga pada menit akhir memperlihatkan semangat kerjasama
tim, sesuatu yang jarang ditunjukkan oleh skuad yang penuh dengan pemain
bintang.
Kecemerlangan Buffon tidak cukup
Legenda Italia itu mengenang kembali masa-masa di mana ia menjadi juara
dunia sembilan tahun yang lalu dengan menjaga timnya dalam permainan ini
secara luar biasa, melakukan penyelamatan dari usaha Dani Alves dan
Suarez selagi Barca mengancam untuk mengamuk saat skor sudah 1-0.
Namun, kiper 37 tahun itu mengakhiri laga tanpa medali
kemenangan Liga Champions setelah dulu kalah dari AC Milan melalui adu
penalti di final tahun 2003. Tindakan heroiknya tidak cukup untuk
menjaga para pemain Barcelona merajalela.
Madrid memanggil kembali Morata?
Dibuang oleh klub masa kecilnya Real Madrid pada awal musim ini, Morata
telah membuktikan kemampuannya dengan menjadi pemain Spanyol pertama
yang mencetak gol di kedua leg semifinal Liga Champions serta final pada
tahun yang sama.
Madrid adalah korban dari kehebatannya di semifinal dan gol pertama
dalam karirnya melawan Barcelona tidak akan berarti apa-apa guna
mencegah Los Blancos mengeksekusi opsi pembelian kembali mereka pada
sang pemain 22 tahun itu musim panas mendatang.
Rakitic lebih baik dari Cesc
Penjualan Cesc Fabregas ke Chelsea guna membuka jalan bagi Rakitic Juni
lalu dipandang sebagai langkah reaktif setelah Barcelona tidak
memperoleh satu pun gelar musim lalu.
Namun, energi dari Rakitic dan hasrat untuk membuat gol telah
melengkapi bakat dari Sergio Busquets, Xavi dan Andres Iniesta, dan
bahkan lebih baik daripada Cesc Fabregas selama masa tiga tahun yang
mengecewakan di Camp Nou.
No comments: